Thursday, April 19, 2012
Limbah Kulit Salak Disulap Jadi Tas dan Dompet
18 April 2012 | 17:00 wib
YOGYAKARTA,suaramerdeka.com - Salak yang dalam bahasa ilmiah Salacca zalacca berkembang pesat di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Tak hanya buahnya yang dimakain begitu saja tapi ternyata dapat diolah menjadi berbagai macam makanan. Ada yang membuat menjadi kripik, selai, sirup, bakpia bahkan kue brownis salak.
Nah yang jadi persoalan, bagaimana dengan kulit salak? Biasanya kulit buah salak hanya menjadi barang tak berharga dan dibuang di tempat sampah atau dibakar. Padahal kulit tersebut bisa dimanfaatkan. Lihat saja kreativitas mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), masing-masing Muhamad Ridwan (FIP), Asriningsih Suryandari (FMIPA), Widiyas Tantri (FIP) dan Zalzuli Fachrur Rohmanu (FBS).
Mereka membuat inovasi memanfaatkan limbah kulit salak agar mempunyai nilai jual tinggi sekaligus mampu meningkatkan nilai tambah petani salak. Berempat menciptakan industri kreatif pemanfaatan kulit salak menjadi aneka kerajinan kulit seperti tas dan dompet. Tekstur kulit yang bergerigi menyerupai kulit ular menjadikan kulit salak memiliki nilai seni yang cukup tinggi.
"Potensi pasar kerajinan kulit masih cukup luas, di dalam negeri maupun mancanegara. Selain itu, Yogyakarta sebagai salah satu kota pariwisata di Indonesia sangat mendukung berkembangnya industri kerajinan kulit salak terutama untuk mendukung perkembangan agrowisata salak di Turi, Sleman," ungkap Asriningsih.
( Agung Priyo Wicaksono / CN32 / JBSM )
Sumber:
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/04/18/115809/Limbah-Kulit-Salak-Disulap-Jadi-Tas-dan-Dompet
Monday, April 16, 2012
Limbah Salak Jadi Kompos dan Pengusir Hama
Techno = | Minggu, 15 April 2012 15:53 WIB
Metrotvnews.com, Yogyakarta: Hampir tak ada
yang tak mungkin dengan ilmu dan pengetahuan ditambah berpikir kreatif.
Limbah saja bisa menjadi barang yang berguna.
Tengok saja apa yang dilakukan peneliti Pusat Studi Lingkungan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Nelly Marlina. Limbah pohon salak dapat dimanfaatkan sebagai kompos atau pupuk organik dan mikro organisme lokal.
"Limbah salak yang dapat dijadikan kompos atau pupuk organik adalah dahan salak, salak busuk, dan buah salak," katanya di Yogyakarta, Ahad (15/4).
Untuk membuat kompos, ada beberapa bahan yang perlu disiapkan, di antaranya sampah lapuk sekitar 2-4 meter kubik, 6,5 meter kubik limbah salak, 750 kilogram kotoran ternak, dan 30 kilogram abu dapur.
Selain itu juga perlu disiapkan media untuk pencampuran bahan-bahan tersebut dengan membuat bak pengomposan dari bahan semen atau dengan menggali lubang.
"Aduk semua bahan menjadi satu kecuali abu. Masukkan ke dalam bak pengomposan setinggi satu meter tanpa dipadatkan, kemudian bagian atas tumpukan bahan tersebut ditaburi dengan abu," katanya.
Ia mengatakan, kemudian tampung cairan yang keluar dari bak. Siram ke permukaan campuran untuk meningkatkan kadar nitrogen dan mempercepat pengomposan.
"Sekitar 2-3 pekan kemudian, balik-balik bahan kompos setiap pekan. Setelah 2-3 bulan kompos sudah cukup matang, selanjutnya kompos dijemur sebelum digunakan hingga kadar airnya tinggal 50-60 persen saja," katanya.
Selain bermanfaat untuk pembuatan kompos, menurut dosen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) itu, limbah salak juga dapat digunakan sebagai mikro organisme lokal.
Mikro organisme lokal dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair, dekomposer untuk pembuatan kompos, dan dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengusir hama. "Komposisi cara pembuatan mikro organisme lokal dapat berupa buah salak yang sudah busuk sebanyak lima kilogram, air kelapa 10 butir, dan gula merah satu kilogram," kata Nelly.(Ant/BEY)
Sumber:
http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/04/15/88763/Limbah-Salak-Jadi-Kompos-dan-Pengusir-Hama/13
Tengok saja apa yang dilakukan peneliti Pusat Studi Lingkungan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Nelly Marlina. Limbah pohon salak dapat dimanfaatkan sebagai kompos atau pupuk organik dan mikro organisme lokal.
"Limbah salak yang dapat dijadikan kompos atau pupuk organik adalah dahan salak, salak busuk, dan buah salak," katanya di Yogyakarta, Ahad (15/4).
Untuk membuat kompos, ada beberapa bahan yang perlu disiapkan, di antaranya sampah lapuk sekitar 2-4 meter kubik, 6,5 meter kubik limbah salak, 750 kilogram kotoran ternak, dan 30 kilogram abu dapur.
Selain itu juga perlu disiapkan media untuk pencampuran bahan-bahan tersebut dengan membuat bak pengomposan dari bahan semen atau dengan menggali lubang.
"Aduk semua bahan menjadi satu kecuali abu. Masukkan ke dalam bak pengomposan setinggi satu meter tanpa dipadatkan, kemudian bagian atas tumpukan bahan tersebut ditaburi dengan abu," katanya.
Ia mengatakan, kemudian tampung cairan yang keluar dari bak. Siram ke permukaan campuran untuk meningkatkan kadar nitrogen dan mempercepat pengomposan.
"Sekitar 2-3 pekan kemudian, balik-balik bahan kompos setiap pekan. Setelah 2-3 bulan kompos sudah cukup matang, selanjutnya kompos dijemur sebelum digunakan hingga kadar airnya tinggal 50-60 persen saja," katanya.
Selain bermanfaat untuk pembuatan kompos, menurut dosen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) itu, limbah salak juga dapat digunakan sebagai mikro organisme lokal.
Mikro organisme lokal dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair, dekomposer untuk pembuatan kompos, dan dapat digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengusir hama. "Komposisi cara pembuatan mikro organisme lokal dapat berupa buah salak yang sudah busuk sebanyak lima kilogram, air kelapa 10 butir, dan gula merah satu kilogram," kata Nelly.(Ant/BEY)
Sumber:
http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/04/15/88763/Limbah-Salak-Jadi-Kompos-dan-Pengusir-Hama/13
Thursday, April 05, 2012
Beragam makanan dari salak pondoh laris di pasaran
Selasa, 3 April 2012 15:44 WIB | 883 Views
Sleman (ANTARA
News) - Berbagai jenis olahan berbahan dasar salak pondoh yang
diproduksi Gabungan Kelompok Tani "Wono Mulyo" Dusun Projayan, Desa
Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
makin diminati di pasaran.
"Memang pada awalnya saat kami menawarkan produk olahan salak pondoh seperti kripik, wajik, wingko, dodol dan produk lainnya banyak ditolak karena telah banyak produk serupa dari daerah lain, namun sekarang produk kami banyak dicari di pasaran," kata Ketua Gabungan Kelompok Tani "Wono Mulyo" Sarno, Selasa.
Menurut dia, meskipun telah banyak produk sejenis di pasaran namun pihaknya mencoba meyakinkan kepada para pedagang di sejumlah sentra oleh-oleh bahwa produk olahannya banyak berbeda dengan produk yang telah ada.
"Kami hanya menjual produk yang memang benar-benar bagus kualitasnya, mulai dari warna yang tetap putih kekuningan serta bahan dasar salak yang terbaik untuk memberikan cita rasa yang enak," katanya.
Ia mengatakan, selain itu untuk kemasan juga dibikin lebih menarik sehingga ada kesan yang berbeda dengan produk serupa dari Malang, Jawa Timur yang lebih dulu ada di pasaran.
Sarna mengatakan, meskipun saat ini banyak pesanan dari pusat penjualan oleh-oleh di beberapa tempat di Sleman dan Yogyakarta, namun pihaknya terkendala modal dan peralatan vacuum fryer untuk membuat kripik salak.
"Vacuum Fryer ini mirip alat penggorengan dengan cara vacuum. Harganya cukup mahal, saat ini mencapai Rp80 juta. Kelompok ini dulu mendapatkan bantuan dari pemerintah. Selain untuk membuat keripik salak, bisa digunakan untuk bahan baku buah lain seperti nangka dan pisang dan lain," katanya.
Ia mengatakan, saat ini untuk produk olahan salak pondoh dari kelompoknya sudah mulai menembus pasar di Semarang, Surabaya dan beberapa kota di Jawa.
(ANT)
"Memang pada awalnya saat kami menawarkan produk olahan salak pondoh seperti kripik, wajik, wingko, dodol dan produk lainnya banyak ditolak karena telah banyak produk serupa dari daerah lain, namun sekarang produk kami banyak dicari di pasaran," kata Ketua Gabungan Kelompok Tani "Wono Mulyo" Sarno, Selasa.
Menurut dia, meskipun telah banyak produk sejenis di pasaran namun pihaknya mencoba meyakinkan kepada para pedagang di sejumlah sentra oleh-oleh bahwa produk olahannya banyak berbeda dengan produk yang telah ada.
"Kami hanya menjual produk yang memang benar-benar bagus kualitasnya, mulai dari warna yang tetap putih kekuningan serta bahan dasar salak yang terbaik untuk memberikan cita rasa yang enak," katanya.
Ia mengatakan, selain itu untuk kemasan juga dibikin lebih menarik sehingga ada kesan yang berbeda dengan produk serupa dari Malang, Jawa Timur yang lebih dulu ada di pasaran.
Sarna mengatakan, meskipun saat ini banyak pesanan dari pusat penjualan oleh-oleh di beberapa tempat di Sleman dan Yogyakarta, namun pihaknya terkendala modal dan peralatan vacuum fryer untuk membuat kripik salak.
"Vacuum Fryer ini mirip alat penggorengan dengan cara vacuum. Harganya cukup mahal, saat ini mencapai Rp80 juta. Kelompok ini dulu mendapatkan bantuan dari pemerintah. Selain untuk membuat keripik salak, bisa digunakan untuk bahan baku buah lain seperti nangka dan pisang dan lain," katanya.
Ia mengatakan, saat ini untuk produk olahan salak pondoh dari kelompoknya sudah mulai menembus pasar di Semarang, Surabaya dan beberapa kota di Jawa.
(ANT)
Sumber:
http://www.antaranews.com/berita/304548/beragam-makanan-dari-salak-pondoh-laris-di-pasaran
Friday, March 30, 2012
Mari panen salak madu asal pasokan air cukup (2)
BUDIDAYA SALAK MADU
Mari panen salak madu asal pasokan air cukup (2)
Oleh Noverius Laoli, Eka Saputra - Rabu, 28 Maret 2012 | 15:28 WIB
Salak madu termasuk jenis salak unggul dengan ukuran lebih besar dan
rasa yang lebih manis. Karena kelebihannya itu harga salak madu lebih
mahal dibandingkan salak lainnya, termasuk salak pondoh. Makanya, banyak
petani melirik varietas baru dari buah salak ini.
Apalagi,
budidaya salak madu ini tidak begitu sulit. Menurut Homsinum, salah
seorang petani salak pondoh asal Yogyakarta, salak madu bisa
dikembangbiakkan dengan cara mencangkok dari induk pohon salak madu.
Menurutnya,
budidaya salak madu dengan cara mencangkok lebih baik ketimbang
budidaya dari biji. Dengan mencangkok dari pohon induknya, maka hasil
buah salak madu sama dengan hasil buah induknya.
Menurut
Homsinum, salak madu cocok ditanam di daerah pegunungan yang lembap.
Dengan banyak mendapatkan air, salak ini akan memiliki buah lebih lebat.
Pencangkokan
salak madu dapat dilakukan pada tunas baru yang muncul dari pohon
induk. Butuh waktu selama empat bulan setelah dicangkok baru muncul
tunas. Lalu tunas tersebut dipotong dan dimasukkan dalam polybag selama
dua bulan sebelum ditanam di tanah. Selama di polybag akan terlihat
bibit yang memiliki akar kuat dan bisa menjadi bibit unggul. Sementara
bibit yang akarnya lemah akan mati. "Biasanya 90% bibit bertahan dan
sisanya mati," jelas Homsinum.
Selama masa pembibitan di
polybag, sebaiknya perlu diberikan pupuk kandang supaya bisa bertumbuh
dengan cepat. Setelah dua bulan, petani dapat memindahkan salak madu
dari polybag di lahan dengan jarak tanam sejauh 1,5 meter.
Sebaiknya,
salak madu mendapatkan sinar matahari yang cukup dan disiram tiga kali
dalam seminggu. Dua tahun setelah ditanam, salak madu sudah bisa mulai
panen. Dalam satu tangkai bisa menghasilkan hingga dua kilogram buah
salak.
Biasanya sejak menghasilkan bunga sampai matang,
membutuhkan waktu selama enam bulan. Dari petani, harga buah salak madu
dibanderol mulai dari Rp 15.000, sementara di pasaran harganya bisa
melonjak hingga Rp 40.000 per kg.
Mansur Manshuri, petani dan
pembibit salak madu lainnya menambahkan, salak madu cocok ditanam di
lahan dengan ketinggian 400 meter - 600 meter di atas permukaan laut.
Adapun jarak tanam ideal salak madu 2,5 meter.
Dengan jarak itu,
setiap pohon bisa menghasilkan buah hingga 5 kg. Sementara di lahan
yang luasnya 1.000 meter persegi, sebaiknya ditempatkan minimal lima
orang yang tugasnya mengawasi secara rutin perkembangan tanaman, seperti
pemberian pupuk kandang, pengairan dan penyiangan.
Salak madu
sangat baik ditanam di musim kemarau. Sebab, risiko terserang hama dan
penyakit lainnya lebih rendah. "Tapi pastikan tetap mendapat pasokan air
yang cukup," ujarnya.
(Selesai)
Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/mari-panen-salak-madu-asal-pasokan-air-cukup-2
Thursday, March 29, 2012
Salak madu menjadi favorit petani (1)
BUDIDAYA SALAK MADU
Salak madu menjadi favorit petani (1)
Oleh Noverius Laoli, Eka Saputra - Selasa, 27 Maret 2012 | 12:24 WIB
Budidaya salak madu kian marak. Banyak petani melirik varietas baru dari
salak pondoh ini karena harganya yang mahal. Tanpa rasa sepet, salak ini
memiliki rasanya yang manis. Omzet petani pun berasa manis di kantong,
yakni berkisar antara Rp 36 juta hingga Rp 72 juta sekali panen.
Siapapun
tentu sudah tidak asing dengan buah salak pondoh yang banyak dihasilkan
di daerah Yogyakarta. Tapi mungkin belum banyak yang tahu kalau
belakangan daerah ini juga menghasilkan varietas baru buah salak, yakni
salak madu.
Salak madu memiliki keunggulan dibandingkan salak
lainnya, termasuk salak pondoh. Salak madu yang berasal dari Sleman,
Yogyakarta ini memiliki ukuran lebih besar dibandingkan ukuran salak
pada umumnya.
Buah ini dinamakan salak madu karena rasanya manis
seperti madu. Jadi tidak ada rasa sepet seperti banyak ditemukan pada
buah salak pada umumnya. Daging buahnya juga tebal dengan tekstur
lembut. Selain itu, kandungan air pada salak ini lebih banyak dari salak
biasa.
Karena berbagai kelebihannya itu, harga buah salak ini
jauh lebih mahal dari salak biasa. Jika harga salak biasa di tingkat
petani hanya Rp 2.000 per kilogram (kg), dan salak pondoh Rp 5.000 per
kg, maka harga salak madu mencapai Rp 15.000 per kg. Sementara harga di
pasaran sekitar Rp 35.000 per kg- Rp 40.000 per kg.
Homsinum,
petani salak madu asal Sleman, Yogyakarta mengklaim, salak madu pertama
kali ditemukan orang tuanya bernama Rameli. Varietas baru dari buah
salak ini baru ditemukan beberapa tahun silam. "Entah bagaimana
ceritanya, tahu-tahu di tengah tanaman salak pondoh orang tua saya ada
dua salak yang tumbuh berbeda," ceritanya.
Perbedaannya ada pada
ukurannya yang lebih besar dan rasanya juga lebih manis seperti madu.
"Salak madu memiliki pasar yang menjanjikan saat ini," ujar Homsinum.
Salak
tersebut kemudian dikembangbiakkan dan akhirnya terkenal dengan sebutan
salak madu. Saat ini, Homsinum bersama orang tuanya membudidayakan
salak madu di lahan seluas dua hektare (ha).
Menurutnya, salak
madu bisa dipanen dua kali dalam setahun. Panen raya biasanya terjadi di
bulan November dan Maret. Masa panen raya ini berlangsung dua minggu
lebih. Saat panen raya, ia bisa memanen 24 kuintal atau 2.400 kg dalam
dua minggu.
Dari situ, omzetnya mencapai Rp 36 juta sekali
panen, atau Rp 72 juta dalam dua kali panen dalam setahun. Bila tidak
sedang panen raya, ia tetap bisa memanen 50 kg dalam dua hari, dengan
omzet minimal Rp 12 juta per bulan.
Mansur Mashuri, asal Turi,
Sleman, Yogyakarta juga mulai fokus membudidayakan salak madu. Meski
pasarnya belum seluas salak pondoh, Mansur sudah memasarkan salak madu
ke beberapa wilayah, seperti Malang, Riau, dan Kalimantan. Selain buah,
ia juga menjual bibit salak madu, dengan harga Rp 65.000-Rp 100.000 per
batang." Omzet saya sekitar Rp 60 juta sekali panen," ujarnya.
(Bersambung)
Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/salak-madu-menjadi-favorit-petani-1
Wednesday, February 08, 2012
EKSPOR SALAK Potensi ekspor salak besar tapi minim promosi
Minggu, 29 Januari 2012 | 19:51 oleh Handoyo
JAKARTA. Potensi buah lokal nampaknya masih menjanjikan untuk pasar ekspor, salah satunya adalah salak. Namun sayangnya, minimnya promosi membuat pasar ekspor salak belum banyak mengenal buah salak ketimbang buah-buah lain seperti mangga.
"Kurangnya promosi menjadikan buah ini kalah bersaing dengan jenis buah yang lain," kata Komar Muljawibawa, Direktur PT Alamanda Sejati Utama, salah satu eksportir buah salak (28/1).
Berdasarkan perhitungan Komar, dari 50 ton ekspor buah tropis Indonesia, sebesar 5% atau sekitar 2,5 ton-4 ton merupakan buah salak. Ia menambahkan, permintaan buah salak relatif stabil dari tahun ke tahun.
Pasar utama untuk komuditas buah bernama latin salacca zalacca ini antara lain Singapura, Hongkong dan China. Harga jual salak untuk pasar ekspor juga bervariasi, mulai dari Rp 20.000 per kilogram (kg) sampai dengan harga Rp 30.000 per kg. "Sementara harga beli dari petani sebesar Rp 8.000 per kg-Rp 10.000 per kg," terang Komar.
"Kurangnya promosi menjadikan buah ini kalah bersaing dengan jenis buah yang lain," kata Komar Muljawibawa, Direktur PT Alamanda Sejati Utama, salah satu eksportir buah salak (28/1).
Berdasarkan perhitungan Komar, dari 50 ton ekspor buah tropis Indonesia, sebesar 5% atau sekitar 2,5 ton-4 ton merupakan buah salak. Ia menambahkan, permintaan buah salak relatif stabil dari tahun ke tahun.
Pasar utama untuk komuditas buah bernama latin salacca zalacca ini antara lain Singapura, Hongkong dan China. Harga jual salak untuk pasar ekspor juga bervariasi, mulai dari Rp 20.000 per kilogram (kg) sampai dengan harga Rp 30.000 per kg. "Sementara harga beli dari petani sebesar Rp 8.000 per kg-Rp 10.000 per kg," terang Komar.
Sumber:
http://industri.kontan.co.id/news/potensi-ekspor-salak-besar-tapi-minim-promosi
Subscribe to:
Posts (Atom)